Diskusi #1 Perkembangan Jalur Kereta Api di Kabupaten Bojonegoro

Foto Milik : MICHIEL DE JONG 1991
Wilayah Bojonegoro merupakan daerah yang tergolong memiliki tanah yang kurang subur, dibandingkan daerah lain karena kandungan tanah yang kurang air. hanya tanaman tertentu seperti jati yang bisa di tanam diwilayah ini. Dari segi administratifnya wilayah Bojonegoro sendiri dahulu merupakan bagian “Mancanegara” dari Kesultanan Yogyakarta yang kemudian berpindah ke pemerintah kolonial pasca Perang Diponegoro 1825-1830. Setelah wilayah Bojonegoro bergabung dengan Karesidenan Rembang bersama Blora, Pati, Tuban, dan rembang.

Pembangunan kereta api di Indonesia dilakukan pada masa Hindia-Belanda. Hal ini dikarenakan kebutuhan mobilitas pengangkutan hasil bumi agar lebih mudah dalam pengirimannya ke luar negeri, meningkatnya produksi agraria akibat adanya cultuurstelsel (sistem tanam paksa), meningkatnya kepadatan penduduk akibat datangnya para pengusaha asing dari berbagai negara, serta modernisasi Hindia-Belanda.

Pembukaan jalur kereta api di Hindia-Belanda sendiri dilaksanakan pada dekade 1850-an akibat dorongan dari perusahaan gula di Hindia-Belanda, khususnya di Jawa. Kemudian pada tahun 1866 pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan pertama mengenai pembukaan jalur kereta kepada perusahaan kereta api milik pemerintah yaitu SS (Staatsspoorwegen) dan perusahaan kereta api milik swasta NISM (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij) dan SJS (Semarang Joana Stoomstram Maatschappij). Jalur pertama kereta api yang dibuka oleh NISM pada tahun 1866 adalah jalur Semarang-Vorstenlanden (wilayah kerajaan). Jalur ini bertujuan untuk mengantarkan hasil komoditas dari pedalaman ke wilayah pesisir.

Masuknya jalur kereta api di Bojonegoro sendiri muncul pada akhir abad ke-19, lewat dibukanya jalur Gundih-Surabaya pada tahun 1897-1903 yang dibangun oleh NISM (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij). Tujuan pembukaan jalur ini adalah untuk memudahkan pengiriman jati dari hutan pedalaman ke pelabuhan terdekat. Jati-jati ini dimanfaatkan oleh pemerintah kolonial untuk bahan furnitur atau bahan dasar dari pendirian rumah mereka sendiri.

Selain itu terdapat juga jalur Lasem-Bojonegoro yang dibangun pada tahun 1909-1912 dengan tujuan untuk mengangkut industri gula dan hasil hutan. Jalur ini terbagi menjadi dua wilayah konsesi dengan dua perusahaan berbeda. Jalur Lasem-Jatirogo dipegang oleh SJS (Semarang Joana Stoomstram Maatschappij) lewat keputusan Gouverment Besluit tanggal 17 Juli No. 40. Sedangkan jalur Jatiorogo-Bojonegoro dipegang NISM (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij) lewat Gouverment Besluit tanggal 28 Oktober 1913 No. 13. 

Terdapat dampak positif dan dampak negatif dari adanya pembangunan jalur kereta api di Bojonegoro. Dampak positif dari pembangunan jalur kereta api ini yaitu meningkatnya mobilitas penduduk, peningkatan perekonomian di sekitar jalur kereta api, serta masifnya pembangunan di kota Bojonegoro. Sedangkan dampak negatif dari pembangunan jalur kereta api ini yaitu tergesernya lahan pertanian dan perkebunan milik masyarakat karena dipakainya lahan mereka untuk pembangunan jalur kereta api. Meskipun mereka mendapatkan ganti rugi, tetapi ganti rugi yang mereka terima tidak cukup besar. 

Posting Komentar

© Bojonegoro History. All rights reserved. Developed by Jago Desain